Kamis, 17 Juni 2010

Lokal Sebagai Jawaban

Kota menawarkan aroma harum perubahan hidup dan angin harapan yang positif sehingga mendorong masyarakat desa bermigrasi ke kota. Untung bagi yang memiliki keterampilan. Bagi yang tidak, semua itu hanyalah tipuan dari gelapnya kehidupan kota.
Urbanisasi merupakan persoalan kompleks yang terus menerus ada setiap tahunnya. Tidak sedikit pakar kependudukan yang menjelaskan mengenai dampak buruk yang ditimbulkan oleh arus urbanisasi. Akan tetapi, seperti pepatah “anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Arus urbanisasi justru semakin sulit dibendung, hal ini mengakibatkan meluasnya problem sosial sebab mereka yang melakukan urbanisasi merupakan kaum miskin yang hendak meningkatkan taraf kehidupan.
Berpindahnya penduduk desa ke kota menyebabkan adanya ledakan jumlah penduduk, belum lagi ditambah dengan angka fertilitas sehingga populasi perkotaan semakin tidak terkendali. Dalam kacamata sosio-budaya hal ini akan menyebabkan terguncangnya keseimbangan hidup sebab percepatan gerak pun semakin bertambah laju.
Menurut riset UN-HSP (The United Nations Human Settlements Programme), kelak dua pertiga dari seluruh penduduk bumi akan tinggal di daerah perkotaan. Tahun lalu saja populasi penduduk Jakarta sekitar 13 juta jiwa. Diprediksi oleh World Urbanization Prospect, pada tahun 2015 nanti populasi penduduk jakarta akan bertambah menjadi 17,5 juta jiwa. Dengan pesatnya pertambahan penduduk ini dikhawatirkan akan terjadi penumpukan warga miskin di perkotaan sehingga potensi mereka tak terberdayakan dengan baik. Jika sudah demikian tak pelak lagi kita akan mengalami kemiskinan global.
Selain faktor alamiah seperti kelahiran dan kematian, arus urbanisasi yang tak dapat di rem merupakan isu sentral yang harus ditanggulangi pemerintah dalam mencegah ancaman kemiskinan global. Tahun ini saja ada sekitar 360.000 orang yang masuk ke Jakarta, hanya di Jakarta. Bisa kita bayangkan ada berapa orang lagi yang memasuki perkotaan lain seperti Bandung, Surabaya, Medan, Pontianak, dan kota besar lainnya.
Berbagai cara sudah dilakukan untuk menghambat laju urbanisasi tapi semua itu seakan tak ada guna. Semisal Operasi Yustisi, bukannya berhasil membuat jera penduduk desa untuk kembali berurbanisasi, malahan operasi ini dicibir sejumlah kalangan sebagai operasi yang membuang-buang kas daerah. Operasi ini dianggap sebagai upaya untuk menutupi ketidakberhasilan pemerintah dalam memeratakan kesejahteraan pada rakyatnya.
Urbanisasi merupakan ‘bencana’ yang tak mungkin dihindari karena sudah fitrahnya manusia untuk mencari yang lebih baik. Kebetulan yang lebih baik itu adanya di perkotaan bukan desa yang mereka tinggali sejak kecil. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengembangkan potensi daerah agar lebih terberdayakan.
Pembangunan yang bersifat Lokal
Pembangunan lokal yang dimaksud adalah memandirikan suatu daerah secara sosial ekonomi berdasarkan potensi alam dan budaya yang dimiliki. Pengembangan ini bisa saja dengan membentuk organisasi se-profesi di daerah tersebut, semisal Organisasi Petani Bawang di Brebes atau Persatuan Pemahat di Asmat, sehingga mereka akan lebih solid dan mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk daerah mereka sendiri sehingga daerah mereka pun dengan sendirinya akan bertambah maju.
Akan tetapi tentunya pemerintah pun tidak tinggal diam dalam pembangunan lokal ini. Pemerintah bertanggungjawab dalam penyediaan sarana dan prasarananya seperti jalan yang baik, gedung pertemuan, membangun penginapan di daerah yang potensi wisatanya tinggi dan banyak hal lainnya sehingga masing-masing daerah memiliki ciri dan keunggulannya tersendiri. Titik sentralnya adalah mengorganisasi serta mentransformasi potensi-potensi ini menjadi penggerak bagi pembangunan lokal. Jelas upaya ini harus ditumbuhkembangkan terutama oleh masyarakat lokal itu sendiri. Untuk itu sangat diperlukan kehadiran para penggagas yang mampu bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk menggerakan pembangunan lokal tersebut. Dengan demikian apa dan bagaimana suatu rencana pengembangan wilayah akan dilakukan haruslah dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri mengenai apa dan bagaimana hal tersebut harus dan akan dilakukan.
Jika ini sudah tercapai rasanya ‘wong ndeso’ pun tak iri lagi pada ‘wong kuto’, sebab kini mereka telah tersejahterakan. Bukankah tujuan mereka melakukan urbanisasi adalah peningkatan kesejahteraan, bukan begitu...

0 komentar:

Posting Komentar