Rabu, 11 Agustus 2010

Mitos Kecantikan: Sebuah Penindasan terhadap Perempuan

“Mirror-mirror on the wall… Who is the fairest in the world?” (Snow White)

Siapa yang tidak tahu tentang kecantikan, setiap perempuan pasti tahu. Sejak zaman dahulu, perempuan sudah dikonstruksikan sebagai makhluk yang cantik, identik dengan keindahan. Meskipun kecantikan selalu dikaitkan dengan perempuan, namun laki-laki turut andil dalam merekonstruksi kecantikan. Konon, kecantikan dianggap sebagai anugerah terindah bagi perempuan. Karena, kecantikan seperti magnet yang mamapu mnarik prhatian banyak orang.

Selain itu, banyak kisah yang menuturkan kecantikan sebagai penghancur laki-laki, keagungan dan kekuasaan laki-laki dapat jatuh di bawah kakinya. Tidak heran jika dalam mitologi kuno dilukiskan pengaruh seorang perempuan cantik yang mampu membuat laki-laki bersedia berkorban dan melakukan apa saja demi mendapatkan perempuan cantik tersebut. Kisah Julius Cesar dan Cleopatra, Rama dan Shinta, perebutan wanita cantik antara Qabil dan Habil, perselisihan antara Epimetheus dan Prometheus demi memperebutkan Pandora yang cantik, merupakan beberapa kisah yang berpartisipasi dalam pembentukan mitos kecantikan yang sampai saat ini diagung-agungkan. Mitos ini telah berlaku sepanjang sejarah perempuan sehingga kecantikan dipandang sebagai sesuatu yang objektif dan universal.
Perempuan ingin memiliki kecantikan, dan laki-laki pasti ingin memiliki perempuan yang cantik. Tekanan yang muncul akibat anggpan ini dirasakan oleh perempaun. Perempuan merasa sakit, malu dan sedih karena mitos kecantikan. Hal ini memunculkan rasa cemburu atau iri. Akhirnya, mereka menderita karena persaingan antarssama. Tidak mengherankan jika saat ini banyak perempuan yang berbondong-bondong menyulap dirinya menjadi “cantik”. Kecantikan telah dipandang sebagi sesuatu yang sangat berharga, sehingga tak jarang perempaun yang sangat terobsesi untuk mendapatkan kecantikan. Tempat-tempat kebugaran, spa, salon kecantikan, took kosmetik dan berbagai institusi kecantikan yang lain menjadi tempat-tempat yang diminati perempuan untuk mengubah dirinya menjadi cantik. Bahkan, mereka tak segan untuk mengeluarkan biaya yang banyak. Inilah yang dimanfaatkan oleh kapitalis.
Saat ini identitas perempuan berada dalam konstruksi sosial yng diciptakan oleh kaum kapitalis. Bagi kapitalis, kecantikan mrupakan salah satu wilayah strategis dapat dijadikan objek komoditas. Maka ari itu, mitos-mitos kantikan benar-benar dikembangkan dan disosialisasikan untuk menumbuhkan keinginan dalam diri perempuan. Berbagai komoditi atau produk kecantikan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan perempuan untuk menjadi cantik dan menarik. Ironisnya, majalah maupun iklan alam dunia kecantikan menjadikan perempuan sebagai target atau sasaran utama pasaran prouknya. Media ikut bertanggungjawab dalam hal ini. Nilai-nilai yang terkandung di dalam strategi kapitalisme menyosialisasikan para kaum perempuan agar memperlakukan tubuhnya lebih sebagai objek untuk diamati.
Dampak mitos kecantikan yang luar biasa harus dipikul perempuan. Berbagai tuntutan ini telah menghancurkan perempuan, baik secara psikis maupun fisik. Waktu, usaha, dan uang harus dikeluarkan perempuan untuk mempercantik penampilannya. Sedangkan untuk laki-laki tidak ada tuntutan seperti itu. Seharusnya para perempuan menyadari bahwa standar kecantikan tidak mungkin dicapai karena selalu berubah. Setiap perempuan itu unik. Jangan membandingakn diri sendiri dengan perempuan lain agar tidak merusak kurikulum Tuhan.
Trisna A Ayumika

0 komentar:

Posting Komentar