Sabtu, 12 Juni 2010

REALITAS CITRA DALAM IKLAN

Tak dapat dipungkiri peranan iklan yang begitu dominan dalam dunia usaha saat ini. Pertanyaannya, apakah benar iklan kini bertugas menjajakan produk sebagai barang jualan.

Mana lebih dulu? Telur atau ayam. Ini adalah pertanyaan tradisonal yang selalu saja muncul dari generasi ke generasi. Begitupun dalam iklan, mana yang lebih dulu mempengaruhi? Iklan atau realitas. Apakah iklan yang mempengaruhi kehidupan riil di masyarakat atau justru realita yang menjadi dasar pemikiran dalam iklan. Inilah salah satu bahasan yang diberikan oleh buku ini.

Dalam buku yang sebenarnya adalah sebuah skripsi ini, ada dua sudut pandang dalam penciptaan iklan, representasi dan simulasi. Teori pertama, representasi merupakan anak dari paham semiotika strukturalis yang dikomandani olah Ferdinand de Saussure yang menyatakan bahwa iklan terbentuk atas dasar realitas, sebab jika suatu iklan tidak didasarkan pada kehidupan riil maka iklan teresebut tidak akan laku. Menurutnya, hal itu disebabkan tidak adanya kedekatan antara representator (audience) dengan iklan. Sedangkan menurut teori kedua, simulasi, iklan merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri dan mampu menciptakan realitanya sendiri, lazim disebut dengan realitas hiper (Hyperreality). Saking kuatnya pengaruh dari iklan maka realitas hiper ini realitas dalam kehidupan riil. Teori ini merupakan anakan dari paham post-strukturalis yang diusung oleh Jean Baudrillard, Roland Barthes dan lainnya.

Buku ini lengkap menjelaskan tentang seluk beluk iklan mulai dari sejarahnya hingga konteks kekinian iklan-iklan yang muncul di televisi. Namun demikian yang dikonsentrasikan buku ini adalah mengenai pembacaan iklan dari sisi tanda/simbol yang ditampilkan dalam iklan, kajian semiotik.

Sejarah Periklanan
Ratna membagi sejarah periklanan dari dua sisi yaitu dari sisi industry yang terbagi atas; Masa Pra Industri, Industrialisasi, Masa Industri, Masa Pasca Industri, dan Masa Interaksi Global. Segi lain yang ia terangkan mengenai sejarah iklan adalah dari segi penggunaan ekspresi simbolik dalam iklan, terbagi atas; Orientasi Produk, Penyimbolan Produk, Personalisasi dan Penyegmentasian Pasar.

Dari penjelasannya tentang sejarah periklanan tersebut akan dapat kita temukan bagaimana proses perubahan fungsi komunikasi iklan yang tadinya hanya sekadar bersifat informasional hingga akhirnya bertambah menjadi transformasional. Untuk bisa memiliki fungsi transformasional iklan mesti memiliki sisi imaji yang menyebabkan para konsumen merasa wajib untuk memiliki produk tersebut. Sebab dalam kaitannya dengan komunikasi transformasional iklan harus bisa mengubah sikap konsumen terhadap produknya, bagaimana konsumen harus selalu merasa butuh dan nyaman dengan produk tersebut.

Simbolisme dalam iklan memiliki tiga bentuk yaitu; Citra, Ikon. dan Simbol. Ketiga bentuk simbolisme inilah yang menentukan berhasil tidaknya iklan dalam menjaring perhatian massa. Sebab iklan yang memiliki ketiga bentuk ini akan membuat masyarakat mudah dalam merepresentasikan nilai produk tersebut. Nah, semakin mudah direpresentasikan maka kita bisa lihat Coca-Cola sebagai contoh. Berhasil bukan, meskipun banyak hantaman terhadap produk cola baik secara ilmiah maupun sekadar testimonial saja. Untuk lainnya mengenai buku ini lebih baik didiskusiin aja deh…..

Judul Buku : Jalan Tengah Memahami Iklan

Penulis : Ratna Novianti

0 komentar:

Posting Komentar